dibalai
bambu, kita berbagi cerita
berlari
dan bernyanyi, mengisi cerahnya hari
dibalai bambu, angan mimpi kita menyatu
walau kadang kita tak sependapat,
namun yakinkan hati kita tetap satu…
jangan berhenti kawan… kita songsong
matahari
dengan semangatmu yang tersisa
jangan berhenti kawan… tetap saling
berpegangan
buktikanlah pada mereka, kita satu J
ahaaa… ini dia lagu andalan anak Nalar,
yang entah siapa penciptanya.
Lagu yang setiap kali didengar, selalu
saja berhasil membuat kami rindu rumah…
Rumah Nalar… Rumahku!!!
Bukan, Rumah kami…
Kecil, sempit, panas, hanya ada
beberapa ruangan kecil didalamnya, halaman yang sering tergenang air ketika
hujan turun, rumah yang tidak cukup menampung keluarga besar kami, sederhana
sekali.
Penuh kekurangan tapi entah kenapa
justru membuat kami nyaman.
Mungkin ada gurau, tawa, dan canda
disana…
Disana tidak setiap hari kami bisa
temui yang namanya bahagia, tawa…
Tidak jarang pula air mata, suara
dengan nada yang tinggi, kemarahan, teriakan, rasa benci dan tidak saling suka
kami temui disana.
Orang-orang dengan karakter sangat jauh
berbeda.
Keras kepala, baik, humoris, tenang,
pemarah, pembenci, pemalu, cerewet, pendiam. Semuanya ada!
Jangan salah, justru perbedaan itu yang
membuat kami dewasa, saling menerima dan melengkapi.
Disana, rumah yang membuat saya
menangis sekaligus menjadi kuat.
Ada
banyak tantangan disana.
Ada
banyak masalah disana.
Ada
banyak pertengkaran disana.
Tapi … disana juga banyak…
Kebahagiaan.
Kebersamaan.
Orang-orang yang menginspirasi.
*ditulis
ditengah kesibukan merekap presensi PMP-OMK 17, ditemani bising suara kipas
angin.
hehehe... Akhirnya saya juga bisa
BalasHapus